
Pahami Demensia Sejak Dini: Wujudkan Kualitas Hidup Lansia yang Lebih Baik
Pahami Demensia Sejak Dini: Wujudkan Kualitas Hidup Lansia yang Lebih Baik
Pada tahun 2025, diperkirakan jumlah lanjut usia (lansia) di Indonesia akan mencapai sekitar 33,7 juta jiwa, atau sekitar 11,8% dari total populasi. Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan 8.43% pada tahun 2015 dan 10% pada tahun 2021. Jumlah lansia diproyeksikan akan terus meningkat hingga tahun 2045, saat Indonesia Emas. Hal ini merupakan bagian dari tren penuaan populasi yang terjadi di Indonesia.
Sayangnya, tidak semua lansia dari jumlah tersebut di Indonesia dalam kondisi sehat. Pada tahun 2023, sekitar 41,49% lansia mengalami keluhan kesehatan. Sementara itu, persentase lansia yang sakit (dengan keluhan yang mengganggu aktivitas sehari-hari) sebesar 19,72%. 10 penyakit terbanyak lansia yang sering ditemui meliputi; demensia, stroke, osteoporosis, hipertensi, penyakit saraf motorik, penyakit jantung, diabetes, penyakit Parkinson, penyakit paru obstruksi kronik, dan gangguan pendengaran. Data ini penting diketahui dalam memperingati Hari Lanjut Usia Nasional yang diadakan setiap tanggal 29 Mei.
“Demensia adalah istilah umum yang merujuk pada kondisi penurunan fungsi kognitif yang cukup parah, terutama pada memori, pemikiran, dan kemampuan sosial, yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari”, kata dr. Herman Bagus Trianto, dokter spesialis penyakit dalam di RS Perkebunan Jember Klinik. Demensia dapat disebabkan oleh berbagai gangguan otak, dan penyakit Alzheimer adalah jenis demensia yang paling umum. Gejala demensia dapat bervariasi tergantung pada jenis dan tingkat keparahan, tetapi umumnya meliputi kesulitan mengingat, kesulitan menemukan kata-kata, kesulitan dalam melakukan tugas-tugas sehari-hari, perubahan kepribadian, dan perubahan suasana hati. “Jadi, istilah pikun, itu sebenarnya salah satu gejala dari demensia”, kata dr. Herman.
Hampir seluruh kasus demensia dapat dicegah atau diperlambat dengan memperbaiki faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko ini dapat dibagi menjadi faktor risiko usia muda (pendidikan yang rendah), faktor risiko usia dewasa (kehilangan pendengaran, kadar kolesterol LDL yang tinggi, depresi, cedera otak, ketidakaktifan fisik, diabetes, merokok, hipertensi, obesitas, konsumsi alcohol), dan faktor usia tua ( isolasi sosial, polusi udara, dan kehilangan kemampuan penglihatan. Seluruh faktor risiko ini berperan sebesar 45% terhadap progresivitas terjadinya demensia. Sisanya merupakan pengaruh dari faktor-faktor yang tidak dapat diubah, yaitu usia lanjut, jenis kelamin, etnis, dan faktor genetik.
Mengingat faktor risiko bisa dicegah sejak dini, penting untuk menerapkan pola hidup sehat dan mengasah otak sejak dini. Strategi yang dapat dilakukan, antara lain:
- Memastikan kualitas pendidikan yang baik dan dapat diakses oleh semua lini masyarakat
- Memberikan akses alat bantu dengar yang dapat diakses bagi masyarakat yang membutuhkan
- Tangani depresi
- Penggunaan pelindung kepala dan sabuk pengaman saat berkendara
- Motivasi gaya hidup sehat dengan berolahraga
- Stop merokok
- Kontrol tekanan darah sesuai target
- Deteksi dan obati dislipidemia
- Kurangi konsumsi alcohol
- Bangun komunitas yang suportif dan ramah lanjut usia yang melibatkan partisipasi dan keterlibatan aktif dari lansia
- Membuat skrining dan tatalaksana penurunan penglihatan, termasuk untuk gangguan refraksi, penyakit katarak dan penyakit lain yang mengganggu penglihatan
- Kurangi paparan polusi udara dengan ventilasi yang baik dan memperbanyak tanaman penyerap polutan
Demensia yang dideteksi sejak dini memungkinkan penanganan yang lebih cepat sehingga bisa memperlambat progresivitas penyakit dan menjaga kualitas hidup pasien. Pengobatan demensia bergantung pada penyebabnya, namun secara umum meliputi terapi khusus, misalnya terapi stimulasi kognitif, terapi okupasi, terapi mengingat, rehabilitasi, psikoterapi, sampai dengan penggunaan obat-obatan. “Ada beberapa jenis obat-obatan yang bisa membantu mengontrol penyakit demensia, misalnya golongan inhibitor kolinesterase, antagonis reseptor-NMDA, anti ansietas, antipsikotik, dan antidepresan. Namun obat-obatan tersebut harus dikonsultasikan oleh Dokter karena ditujukan untuk target tertentu dengan pembatasan waktu. Apalagi, pasien demensia sangat memerlukan dukungan keluarga untuk penyembuhannya. Jadi, harus kita support bersama-sama, baik dari tim medis, caregiver, maupun keluarga, agar lansia keluarga kitab isa memiliki kualitas hidup yang baik sampai akhir hayatnya ”, pungkas dr. Herman. (Sumber RSP, 2025, edited by NMU, 2025)