
Omnibus Law Kesehatan dan Tenaga Medis (Penulisan ini dilihat dari POV (Point of View) hukum)
Omnibus Law Kesehatan dan Tenaga Medis
(Penulisan ini dilihat dari POV (Point of View) hukum)
1. Realita Tenaga Medis di Indonesia
Profesi tenaga medis di Indonesia saat ini dihadapkan pada realitas yang kompleks dan penuh tantangan. Salah satu isu yang terjadi adalah tingginya biaya pendidikan kedokteran di Indonesia. Sebagai gambaran, untuk menjadi dokter spesialis, data dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan rata-rata biaya pendidikan dokter spesialis bisa mencapai Rp. 1,5 miliar hingga Rp. 2 miliar, belum termasuk biaya hidup selama menempuh pendidikan. Permasalahan ini berdampak pada pemerataan ketersediaan dokter di seluruh Indonesia, khususnya di wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T), lebih terkonsentrasi di kota-kota besar yang fasilitasnya lebih lengkap dan memiliki peluang untuk berkembang yang lebih tinggi. Di sisi lain, perlindungan hukum bagi tenaga medis juga masih menjadi pertimbangan beberapa tenaga medis dalam pemberian pelayanan kesehatan pada pasien, di mana ada potensi akan tuntutan hukum, bahkan ketika sudah menjalankan praktik sesuai standar prosedur.
2. Perlindungan Hukum Tenaga Medis dan Dampak Omnibus Law Kesehatan
Isu perlindungan hukum ini makin tereksklusi dengan disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Omnibus Kesehatan). Kehadiran UU ini menarik perbedaan pendapat di kalangan tenaga medis dan masyarakat awam. Salah satu poin pembahasan adalah hilangnya kewenangan organisasi profesi dalam merekomendasikan penerbitan Surat Izin Praktik (SIP), disatu sisi terdapat kerisauan dapat menurunkan kualitas dan standar profesi tenaga medis. Disisi lain, hal ini dimaksudkan agar terdapat pengawasan yang berimbang atas pemberian kewenangan profesi kepada tenaga medis oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan dibawah naungan Kementrian Kesehatan. Tidak dipungkiri, seiring diberlakukannya UU ini, berbagai kasus tindak pidana yang melibatkan tenaga medis maupun dalam program pendidikan dokter spesialis (PPDS) semakin muncul dan menjadi sorotan berbagai pihak. Beberapa berita yang sempat ramai dibahas, antara lain terkait dugaan malpraktik yang berujung pada tuntutan pidana bagi tenaga medis, atau kasus kekerasan dan pelecehan dalam lingkungan PPDS yang masih muncul sampai saat ini. Kasus-kasus ini bagi para tenaga medis, seolah menguatkan kekhawatiran akan kurangnya jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang memadai di tengah tuntutan profesi yang kian berat.
3. Pro dan Kontra Omnibus Law Kesehatan
Berbagai pandangan muncul menanggapi kondisi ini. Dari kalangan pemerintah, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, seperti yang termuat dalam artikel yang diunggah di website Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dengan judul: ”MK Tolak Permohonan Uji Formil UU Kesehatan, Proses Transformasi Kesehatan Semakin Mantap”, menekankan bahwa UU Kesehatan dirancang untuk mempercepat pemerataan pelayanan kesehatan dan mengatasi kelangkaan dokter, khususnya dokter spesialis. Beliau berpendapat bahwa adanya kemudahan perizinan dan pengakuan terhadap lulusan luar negeri akan mengisi kekosongan tenaga medis di daerah. Namun, di sisi lain, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Adib Khumaidi, seperti halnya yang dicantum dalam artikel "Ketua IDI: UU Kesehatan Omnibus Law Berpotensi Rugikan Masyarakat" dimuat oleh nasional.kompas.com, menegaskan bahwa kemudahan ini tanpa diimbangi kontrol kualitas yang ketat justru akan membahayakan keselamatan pasien dan merusak kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Perdebatan ini terus bergulir, menunjukkan kompleksitas masalah yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
4. Pandangan Kedepan
Dari semua pendapat dan data yang ada, tenaga medis dihadapkan pada sebuah persoalan yang tak mudah. Bagaimana negara bisa memastikan bahwa ketersediaan tenaga medis di seluruh pelosok negeri terpenuhi, tanpa mengorbankan kualitas dan perlindungan hukum bagi mereka? Apakah kemudahan yang ditawarkan oleh regulasi baru ini benar-benar menjadi solusi, atau justru membuka permasalahan yang baru? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi tugas bagi organisasi profesi tenaga kesehatan dan para pembuat kebijakan, yang setiap harinya bersinggungan langsung dengan realita pelayanan kesehatan dan perlu membuat batasan dalam wujud hukum untuk menciptakan keharmonisan. Menjadi kontemplasi bersama, upaya untuk menciptakan sistem yang adil namun tetap memberi dukungan bagi para tenaga medis terutama yang bertugas di daerah dengan segala keterbatasan dan tantangannya, dengan tidak melupakan upaya pembuat kebijakan dalam mewujudkan harmoni melalui hukum. (Sumber NMU, 2025, edited by NMU, 2025)